Dari Kota Koln, Germany, Fahd A Rafiq: Ekonomi Pancasila itu Berbasis Fair Trade bukan Free Trade

 

Foto: Bersama Keluarga tercinta Fahd el Fouz liburan keluarga ke kota Koln, Jerman pada Rabu, 4/1/2023. (Istimewa)

 

DUNIA 

Koln, Jerman – Sebelumnya saya mengucapkan Selamat tahun baru 2023 semoga di tahun ini ada sebuah Resolusi baru dan kita bisa mengambil pelajaran di 2022 lalu dan terus berbenah untuk menjadi yang terbaik khususnya untuk diri sendiri, keluarga, dan yang pasti untuk kemaslahatan orang banyak serta ada sebuah Road Map berkelas sehingga hidup kita tidak monoton pasca dilepasnya PPKM oleh bapak Presiden Joko Widodo pada Desember 2022 lalu, ucap Fahd El Fouz A Rafiq Via Akun Whatsapp dari Kota Koln, Germany pada Rabu, 4 Januari 2023.

Seperti kita ketahui bersama mata dunia Pada G20 di Bali Novenber 2022 lalu hanya berfokus beberapa negara tertentu saja khususnya Tiongkok, USA dan beberapa negara di Eropa dan ada rapat di dalam rapat karena ulah Joe Biden.

Ketua Umum DPP Bapera mengatakan, Di awal tahun 2023 pembahasan global masih menitik beratkan pada beberapa negara seperti Amerika, China, Rusia dan Ukraina (karena negara negara inilah yang masih berkonflik) USA dan China bersitegang kita harus mampu dalam melihat analisanya dan kedalaman ilmunya khsususnya untuk mengimplementasikan knowledge untuk kehidupan berbangsa dan bernegara, ucapnya.

Pengusaha Muda ini mendetailkan, jika kita kembali ke persamaan level playing field (Kesamaan cara bermain) yang sedang Amerika tekan kepada China.  Jadi, Apa yang mau disamakan ? Ideologi Amerika adalah Demokrasi, Ideologi China adalah Komunisme, Amerika adalah swasta murni ( Market Driven), China adalah Government Driven untuk cara mengelola ekonominya.

Mantan Ketum PP AMPG melanjutkan, Amerika adalah Capitalism, China adalah state capitalism ini level Playing Fieldnya beda banget. Amerika ingin menerapkan demokrasi sebagai landasan berdagang dan menggunakan alat penekan tarif masuk tinggi saat ini terlebih dahulu diterapkan kepada negeri Tiongkok.

Pria yang bergelar Master of Management bidang ekonomi ini menegaskan, Amerika sangat anti dengan State Capitalism karena untuk menegakkan State Capitalism harus menggunakan State Autoritarian (Menggunakan kekuatan reperesif tangan besi) menekan pasar menggunakan kekuatan negara. Negara seakan menjadi fasis, sehingga pasar bebas seakan tidak ada. Itulah kapitalisme melihat State Capitalism.

Mantan Ketum DPP KNPI ini Melihat negara berbisnis berbasis BUMN gaya heavy on Government dan less to private atau semuanya pemerintah dan kurangnya peran swasta adalah ideologi yang harus diterapkan jika sebuah negara ingin menggunakan dana obor China harus Government Driven itu banyak terjadi seperti negara Srilanka, Afrika, Papua Nugini, dan banyak negara lainnya.

Lebih lanjut Mantan Ketum Ormas MKGR ini menilai, Frame work Demokrasi Ekonomi dan State Driven Ekonomi itu dua Ideologi berbeda yang menjadi titik awal perang dagang. Ini perang baru, senjatanya bukan pistol dan bedil bedilan tapi saat ini diawali perang tarif Dilanjutkan dengan pelarangan produk masuk ke USA sampai dilarang menggunakan layanan google.

Lalu bagaimana melihat perang ini bagi Indonesia dan adakah solusinya ?
Agar mudah memahaminya negara mana yang menggunakan state capitalism yaitu jika mau masuk ke sebuah negara mereka minta Goverment Guarantee, negara mana yang menggunakan swastanya pada saat deal b to b tapi senatornya, presidennya ikut menekan sebuah negara dan hal itu kita harus dicurigai.

Solusi

Jadi apa langkah ke depannya? Kita menggunakan Ekonomi Pancasila.

Apa itu Ekonomi Pancasila ? Yaitu ekonomi berbasis fair trade keadilan bukan free trade.

Kita kembali ke topik perang dagang, State capitalism dan swasta pasar bebas tindakan Amerika melindungi swastanya, tindakan China melindungi komunismenya. Indonesia sekali lagi harus menerapkan ekonomi Pancasila berbasis Fair trade diawali dengan membangun kekuatan ekonomi dalam negeri, bangun kekuatan diri sendiri, cukup membuat kebijakan ekonomi baru berbasis produk Lokal, tutup Ketua Bidang Ormas DPP Partai Golkar.

Penulis: ASW