Jakarta – Sebelum ISIS tercipta, diciptakanlah ideologi baru terlebih dahulu selama 6 tahun oleh 18 Doktor ilmu Agama, tapi kali ini saya tidak akan membahas tentang Agama, Hornet Nest Ekonomi yang membuat Indonesia tidak menjadi negara maju dan terjebak dalam “Middle Income Trap” selama puluhan tahun, ucap Fahd El Fouz A Rafiq, di Jakarta pada Senin, (6/9).
Ketua Umum DPP Bapera Mengatakan, “Dalam dunia Ekonomi sering kaku kepala kita berhadapan dengan teori ekonomi yang ternyata tidak sejalan dengan aplikasinya dalam strategi bernegara. Apakah ada dualisme ekonomi tersebut? Ekonomi kampus adalah “Ciptaan” dalam tanda petik agar kalau dipraktekkan pada sebuah negara ilmu tersebut kusut. Sementara yang negara Adi Daya lakukan itu bukan ekonomi yang di ajarin di kampus. Jadi ilmu kampus ternyata, Ilmu rekaan semata dan Hornet Nest Ekonomi ternyata ada”, ujarnya.
Mantan Ketum PP AMPG yang mendapat gelar S2 Ilmu Ekonomi ini menegaskan, “Ideologi Ekonomi untuk menjebak itu ternyata ada, batasan atau Barrier to Entry agar negara lain tidak bisa sekuat negara adi kuasa itu di Desaign agar negara pemenang perang dunia II yaitu amerika dan Eropa Barat terus berkuasa, mau bukti? Mata uang penguasa dunia ini 65% transaksinya menggunakan US dollar, 20% menggunakan Euro, Yen 4,7%, Yuan China hanya 1,9% nilai transaksinya dan saat ini Rubbel Rusia menantang kedigdayaan Dollar yang sudah puluhan tahun berkuasa”, cetusnya
Putra penyanyi kondang (Alm) A. Rafiq ini mengingatkan kembali kita akan Sejarah negara negara yang menantang Dollar hancur rata negaranya dengan tanah siapa itu Muhammar Qadafi (Mantan Presiden Libia), Saddam Hussein (Mantan Presiden Irak). Dan yang berlangsung saat ini Rusia (Rubbelnya) dan Tiongkok (Yuan nya) menantang Hegemoni Dollar.
Walaupun Tiongkok menguasai mayoritas perdagangan dunia sampai 50 atau 60% perdagangan dunia, Dollar USA tetap Underlying transaksi mereka. Contoh CPO Indonesia dibeli oleh cina atau jepang bayarnya pake yuan atau yen terus yuan atau yen tadi buat apa ? Jadi bayarnya tetap menggunakan Dollar.
Contoh lagi kita mau beli mesin canggih dari jepang, terus bayar pake yuan, apakah negara jepang terima yuan yang pasti tidak mau lah, jepang minta dollar buat devisa mereka, kok bisa begitu ya. Ini kesepakatan atas dasar suka sama suka atau atas dasar saya penguasa dunia anda harus manut dengan saya.
Mantan Ketum GEMA MKGR ini juga menyinggung soal pendidikan Indonesia. Alokasi anggaran untuk sektor pendidikan saat ini nilainya menjadi Rp 621,3 triliun di tahun 2022 alias nambah 76,5 Triliun. hal ini memenuhi mandatory alokasi 20% anggaran pendidikan terhadap belanja negara, akan tetapi posisi Pendidikan Indonesia tidak sesuai ekspektasi harapan masyarakat Indonesia.
Posisi Indonesia di peringkat sistem pendidikan Asian yaitu pada urutan 55 dari 73 negara, yang jadi pertanyaan adalah adakah Hornet Nest Pendidikan? sehingga pendidikan Indonesia tidak kunjung naik ke 10 besar. Hal ini harus menjadi fokus kajian, khususnya untuk para penggiat pendidikan Indonesia, tutup Ketua Bidang Ormas DPP Partai Golkar.
ASW